Posted by : Unknown Senin, 08 April 2013


Ahad, 7 April 2013. Petugas keamanan berjejer rapat dua shaf. Seragam hitam itu menutup jalan raya, menghalau para demonstran lengkap dengan pentungan, perisai transparan dari piber dan helm penutup kepala. Mereka berhadapan dengan ratusan demonstran yang memenuhi kawasan Catedral Kristen Koptik di jalan Abbasiyah.

Begitulah tanyangan televisi Mesir, ONTV, yang bertanda “mubasyir” atau “live”, tepatnya yang aku saksikan sehabis shalat Magrib. Aksi demonstrasi tersebut merupakan kelanjutan bentrokan sebelumnya antara umat Islam dan Kristen Koptik. Entah apa pemicunya, yang jelas bentrokan itu sudah menyisakan korban tewas dan luka-luka.

Rencanaku bersama dua rekan pun sedikit goyah dan bertanya-tanya. Pasalnya tempat yang ingin kami tuju itu melewati jalan Abbasiyah. Tapi perhitungan demi perhitungan, di samping juga dengan persediaan ide mencari alternatif jalan, kami pun memberanikan diri—untuk tidak dibilang nekad—berangkat. 

Seperti biasa, jalur perjalanan menuju ke Ramsis kami awali dari terminal Hay Asyir. Mobil angkot atau tramco yang sempat kami ragukan ketersediaannya menyusul aksi demonstrasi di Abbasiyah ternyata ada dan tetap beroperasi. Tidak banyak orang yang memilih jurus ke Ramsis. Terbukti antrian tramco kosong cukup banyak. Tidak seperti hari Selasa lalu, puluhan orang berebut satu tramco.

Kursi penuh, mobil tramco pun jalan. Ada tiga rute yang biasanya dilewati supir tramco. Pertama, lewat jalan Musalas, terus lewat belakang, jalan alternatif bebas macet, tapi muter jauh. Kedua, lewat jalur pertengahan, yaitu jalan sebelum perusahaan Enppi, lantas melalui jalan belakang Hay Sabi dan Hay Sadis. Ketiga, lewat jalur utama Hay Sabi. Jalur ketiga ini rawan terjebak macet. Supir tramco kami memilih rute kedua.
Aku pun mulai asyik dengan lagu-lagu yang mengalir dari MP3, alias BlackBerry rusak yang sudah tidak dapat berfungsi sebagai telepon genggam akibat tidak dapat menangkap sinyal.

Sampai di Hay Sadis, tiga orang yang duduk di jok paling belakang turun semua. Jadinya kursi tramco ada yang kosong. Di tengah jalan selanjutnya, ada satu orang lain yang naik, dengan jurusan Ramsis juga tentunya. Setengah jalan selanjutnya, ada lagi yang naik. 

Dengan penampilan santai memakai kemeja dan kancing dada terbuka, orang tak berambut itu duduk di sampingku. Tangan kirinya sibuk dengan handphonenya. Sementara tangan kanannya memegang dua kresen berwarna hitam dan putih. Jarak tempuh orang kedua yang baru naik ini ternyata terlalu jauh. Dia minta berhenti sebelum jalan layang atau qubri Abbasiyah.

Sampai di tempat tujuan, orang di sampingku tadi pun turun. Tapi entah perkara apa, tiba-tiba penumpang botak itu menghampiri supir dan terlihat teriak-teriak ngotot. Ketika itu telingaku masih tertapal headset beat dr. Dre palsu, jadi tidak dapat mendengar apa-apa. 

Si botak pun lantas bergegas menutup telpon yang tengah di telinganya, dan menghampiri pintu supir tramco. Dengan nada marah sambil tarik-menarik baju, kedua orang ini berantem. Para penumpang di belakang sentak menyuruh berhenti dan ingin cepat melanjutkan perjalanan. Tapi si botak dan supir ini mengindahkan himbauan penumpang. Mereka tetap asyik berantem, bak menjaga kehormatan masing-masing.

Merasa tidak diabaikan, beberapa penumpang lantas turun dari mobil dan melerai si botak dan supir. Tidak dapat dilerai, si botak berhasil mengeluarkan supir dari mobil. Kini kedua yang berantem dan beberapa orang yang berusaha melerai berada di pinggiran jalan. Akibatnya mengundang kemacetan sedikit. 

Terlihat semakin panas, mobil tramco lain juga turut berhenti di depan mobil yang kami tumpangi. Mungkin itu temannya si supir. Tapi beberapa penumpang dari tramco yang baru berhenti tadi juga turun ikut melerai. 
Semakin dicoba dilerai, si botak semakin menjadi-jadi. Dia pun melepas kemeja yang dipakainya, dan tinggal memakai kaos dalam warna hitam saja lagi. Tidak cukup dengan aksi itu, dia pun berteriak memanggil teman-temannya. Mungkin itu wilayah dia.

Lebih serem lagi, si botak mengeluarkan pisau kecilnya dan mencoba mengarahkan ke supir itu. Tapi untungnya teman-teman si botak yang dia panggil tadi justru ikut melerai bersama para penumpang, bukan justru menolong berantem. Satu orang teman si botak berbadan kekar menangkapnya. Sambil teriak kepada si botak, dia mengatakan, “Shalli ‘ala nabi!”

Teman si botak yang kekar itu akhirnya membawanya ke belakang mobil. Supir tramco pun masuk kembali ke mobil. Penumpang akhirnya menyuruh bergegas pergi. Mobil kami pun jalan kembali.

Selanjutnya jalan Abbasiyah terlihat sepi, tidak seperti biasanya. Biasanya jam-jam habis shalat Isa, jalan Abbasiyah langganan macet. Banyak yang pulang kerja lewat situ. Tapi tadi malam tidak ramai. Jalanan sepi dan lancar.

Beberapa pemuda terlihat jalan kaki bergerombol. Seperti habis dari suatu tempat. Usai menurunkan penumpang di stasiun metro Damarsash, mobil tramco kami pun melanjutkan perjalanan menuju tujuan utama, Ramsis. Sementara aku dan temanku berniat turun di Ghamra, sebelum Ramsis. 

Ternyata apa yang ditayangkan di televisi benar. Di sebelah kiri jalan, tepatnya di sekitar Catedral, banyak orang berkumpul. Empat mobil ambulan terlihat disiapkan berjejer. Tapi ini di sayap jalan yang satunya, yaitu jalan yang menuju Ramsis, jadi tidak ditutup.

Setelah selesai hajatan, kami pun pulang sekitar jam sebelas malam. Tramco menuju Hay Asyir berjejer antri di bawah jembatan layang. Kami pun masuk salah satu tramco itu. 

Tramco jalan. Dan ternyata benar, supir tidak mengambil jalur biasanya, yaitu jalur jalan layar. Kali ini supir mengambil jalur alternatif, karena jalur biasa dari Ghamrah ke Hay Asyir ditutup akibat aksi demonstrasi. Walhasil, tramco kami mengambil jalur pintas untuk menghindari kawasan demo.

Sesampainya di Gami, kami menyambangi warung Mesir yang menyediakan ruz bil kibdah (nasi pakai ati). Perut kami harus diisi makan malam. Di televisi milik warung yang kami sambangi ini ternyata menyiarkan acara dialog tentang aksi demonstrasi dan perkembangan politik dalam negeri Mesir sekarang. Sesekali akupun menyimaknya.

Begitulah keadaan Mesir sekarang pasca revolusi. Kondisinya, baik keamanan, politik ataupun ekonomi, jauh dari stabil. Analisa salah satu narasumber yang tidak aku ketahui namanya, mengatakan bahwa semua krisis di Mesir ini berawal dari satu perkara, yaitu kemiskinan. Menurutnya, angka kemiskinan di Mesir sangat tinggi, berkisar antara 30-40% dari jumlah penduduk. Intinya rakyat Mesir ingin mendapatkan penghidupan yang layak.[]

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Katalog

Arsip

Populer

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Notes of Sadzali -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -